11 Des 2012

Re-Post 2

Saturday, September 11, 2010     si perindu


Rinduku terjebak hujan di halaman depan rumahmu, gemetar menahan angin yang kian menusuk. Dan bulan mulai tertawa melihat kebodohan si perindu
Mungkinkah kau akan mengundang rinduku masuk rumahmu,
Walau sebentar?


Monday, September 20, 2010     ini, hatiku

Aku mengingat kau dan dia seperti urutan alfabet yang tak pernah tertukar,
Hatiku menyimpan namamu dan namanya seperti cetakan yang tak mungkin terhapus,
Mataku menatap kau dan dia seperti burung yang tak pernah bosan menata sarangnya.
Kau dan dia adalah sama,
Menjadi hujan dan pelangi di setiap kemarauku
Tapi aku mencintainya tak pernah melebihi seperti aku mencintaimu


Sunday, November 21, 2010       tiga paragraf untukmu

Aku masih senang mengingatmu, menyebut-nyebut namamu dalam hatiku sambil berimaji suaramu di telingaku. Aku telah terbiasa mendengarmu berceloteh semaumu. Dan melihat keras kepalamu menguasai harimu hingga setiap orang mengernyitkan dahinya hanya untuk menekan ketidaknyamanan mereka. Tapi aku menyukainya, sangat menyukainya. Huh, ini candu namanya, dan tidak wajar.
Lucu, dalam malamku aku selalu yakin kau akan mengirimkan pesan pendek untukku, tanpa kusadari bahwa kita tak pernah bertukar nomor telepon. Lantas kusadari: apa yang bisa kuharap lagi darimu? Sedang nomor telepon saja kau enggan berbagi. Aku memilih untuk hilang ingatan saat pikiran itu mulai mencengkram jantungku. 
Lelaki, aku ingin membisikkanmu satu hal. Bahwa aku mulai jatuh cinta, entah sejak kapan. Aku jatuh cinta pada kelakarmu. Aku menyukai jenakamu. Aku menyenangi kejahilanmu. Aku merindu pada keras kepalamu. Aku mengagumi sikap semaumu. Dan dalam siang aku bermimpi memilikimu, hingga pekat malam berkuasa, lalu menelan mimpi-mimpiku tanpa sisa.


Friday, December 31, 2010      rabu


Kemudian aku berpikir; ini tak kan memperbaiki hubungan kita. Sengaja membentang jarak untuk sekedar menyadari bagian hati yang akan kau beri padaku. Telepon, pesan singkat, atau situs jejaring sosial seolah tak bernyawa. Mereka tak mampu lagi menyampaikan rinduku, rindu kita, seperti yang dulu biasa kita lakukan mengikuti dentingan lonceng gereja kala senja. Aku tersiksa pada rasa ini. Seperti merpati yang tak bisa lagi terbang karena kehilangan satu sisi sayapnya, dan terluka.
Kini kau dan aku berada pada bujur yang berbeda: mengalami pergantian musim panas yang berbeda, dan bernafas untuk euforia kerinduan yang berbeda pula. Aku mulai menantikan waktu. Ketika kita bersenda dibatas malam sambil mengintip langit yang tampak sepi. Matamu mulai sayu tapi katamu kau tak ingin pulang. Lantas kita mulai bermimpi tentang masa depan (meski kadang kita tak pernah memaknai masa depan itu sendiri), dan kau bilang: "jangan mempertanyakan apapun biar semua ada dengan sederhana". 
Dalam hatiku hanya ada kau dan rabu dan hujan, sebab hanya rabu dan hujan yang mampu menahanmu lebih lama. Hmm, dapatkah setiap hari adalah rabu? Dan setiap malam adalah hujan?

_rawamangun, 19 okt


Saturday, April 23, 2011       bicara saja


Pagi ini kita samasama ingkar janji, seperti matahari yang selalu bohong dikala mendung. Aku bilang "maaf" tapi kau diam. Padahal kita samasama terlupa..
Ribuan asap kau senyapkan di antara bahuku hingga kau pun mulai terlihat samar.
Seperti sedang kecewa kau tunjukkan dirimu. 

Tapi siang benarbenar tak mau tahu. Dia bilang kita harus tetap tertawa dalam satu kecanduan untuk menyambut petang. Maka tak perlu kau buatbuat lagi emosi yang sejak tadi telah bermuara dan lenyap. Biarkan kejengkelan mencari jalannya sendiri. Cukuplah kau dan aku bicara tentang kopi hangat yg sudah kita sedu sepagi ini. Tentang kertaskertas yg mulai gelisah, menunggu untuk bersapa dengan pena. Atau tentang lirik angin yg selalu riuh sejak malam.


Wednesday, June 22, 2011        caricari

Aku mencarimu di tumpukan wall, di barisan timeline, di pemberitahuan pesan masuk, hingga di antrian recent updates. Tetap tak ada. Dimana kamu, selain di khayalku?

Tidak ada komentar: