sesiang tadi kau mencampakkan aku. tak seperti harihari kemarin, kau yang begitu menyenangkan kini hilang tak berarah. kau bilang kau rindu, tapi rupanya tak serindu kelihatannya.
aku melihat kau bercengkerama dengan beberapa temanmu. begitu hangat dan mengesankan. tanpa kau tahu keberadaanku yang selalu memperhatikanmu. lagilagi aku menjadi seseorang yang transparan bagimu. kau membuat aku seperti ranting kering yang enggan jatuh namun sudah tak bermakna lagi. bisakah kau kembali seperti dulu? sejenaka yang kukenal?
1 Sep 2011
Kumpulan Puisi #1
Aku Ingin
oleh: Sapardi Djoko Damono
aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Oleh Kahlil Gibran
"Jangan menangis, kekasihku
janganlah menangis dan berbahagialah
karena kita diikat bersama dalam cinta
hanya dengan cinta yang indah...
kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan.
Hujan Bulan Juni
oleh: Sapardi Djoko Damono
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibirakannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
Dialog
oleh: Ali Ahmad Sa’id-Anonis
Jangan katakan bahwa cintaku
Sebentuk cincin atau gelang
Cintaku ialah pengepungan benteng lawan
Ialah orang-orang nekat dan pemberani
Sambil menyelidik mencari-cari, mereka menuju mati.
Sebentuk cincin atau gelang
Cintaku ialah pengepungan benteng lawan
Ialah orang-orang nekat dan pemberani
Sambil menyelidik mencari-cari, mereka menuju mati.
Jangan katakan bahwa cintaku
Ialah bulan,
Cintaku bunga api bersemburan.
Ialah bulan,
Cintaku bunga api bersemburan.
Cermin, 1
oleh: Sapardi Djoko Damono
cermin tak pernah berteriak;
ia pun tak pernah meraung, tersedan, atau terhisak;
meski apapun jadi terbalik di dalamnya;
barangkali ia hanya bisa bertanya:
mengapa kau seperti kehabisan suara?
Perahu kertas,
kumpulan sajak
semalam aku menunggumu. aku berharap kau hadir dalam mention di twitterku atau tertera dalam wall facebook-ku. kupaksakan kelambu kantukku untuk setia menungguimu. hingga larut. dan malam tak bisa lagi kompromi.
aku merindumu melebihi punguk terhadap bulan. hingga imajiku membujukku untuk terus berkhayal bahwa kau ada di sini -atau setidaknya meneleponku- dan bercerita tentang harimu yang tak kau lalui denganku.
***
sepagi ini aku sudah terbangun. satu jam lebih awal dari waktu alarm berbunyi. dan kamu, masih sama seperti semalam. menguasai pikiranku dan jantungku. seperti detak jantung yang tak pernah berhenti dan seperti angin yang tak pernah sepi berhembus dikala hujan.
kulihat light red pada ponselku menyala, tanda ada pemberitahuan yang belum sempat kubaca.
ada banyak pemberitahuan. tiga pesan untuk alamat emailku, dua pesan untuk blackberry messengerku, satu pesan untuk facebook-ku, dan satu lagi untuk twitter-ku.
facebook dan twitter. dua hal yang selalu menyita perhatianku, karena aku yakin salah satunya ada namamu. dan memang seperti itu. tak ada media lain bagi kau dan aku untuk bersapa sejak ponselmu seperti sedang berada di ICU.
***
ada mention darimu. meski bukan kata-kata spesial yang kau kirim untukku, tapi setidaknya itu cukup untuk mengobati rinduku yang semakin menggila. setidaknya kelakarmu bisa kuartikan semauku. kuartikan sebagai apa saja, asal hatiku tak lagi merindumu. dan agar kau dan aku dapat selalu bersapa dalam dunia maya.
lelaki,
pernahkah kau sadari bahwa aku sudah mulai terbiasa dengan sapaanmu dipagi hingga malamku?
pernahkah kau mengerti bahwa aku tak ingin kehilangan sapaan hangatmu walau sedetik?
dan pernahkah kau tahu bahwa hatiku telah ada untukmu sebelum kita pernah berjenaka?
maka jangan hilangkan kebiasaanmu itu. jangan biarkan aku lari dari hidupmu dan ijinkan namaku untuk selalu ada dalam setiap puisimu.
Jakarta, 01.09.11, 08.00am
aku merindumu melebihi punguk terhadap bulan. hingga imajiku membujukku untuk terus berkhayal bahwa kau ada di sini -atau setidaknya meneleponku- dan bercerita tentang harimu yang tak kau lalui denganku.
***
sepagi ini aku sudah terbangun. satu jam lebih awal dari waktu alarm berbunyi. dan kamu, masih sama seperti semalam. menguasai pikiranku dan jantungku. seperti detak jantung yang tak pernah berhenti dan seperti angin yang tak pernah sepi berhembus dikala hujan.
kulihat light red pada ponselku menyala, tanda ada pemberitahuan yang belum sempat kubaca.
ada banyak pemberitahuan. tiga pesan untuk alamat emailku, dua pesan untuk blackberry messengerku, satu pesan untuk facebook-ku, dan satu lagi untuk twitter-ku.
facebook dan twitter. dua hal yang selalu menyita perhatianku, karena aku yakin salah satunya ada namamu. dan memang seperti itu. tak ada media lain bagi kau dan aku untuk bersapa sejak ponselmu seperti sedang berada di ICU.
***
ada mention darimu. meski bukan kata-kata spesial yang kau kirim untukku, tapi setidaknya itu cukup untuk mengobati rinduku yang semakin menggila. setidaknya kelakarmu bisa kuartikan semauku. kuartikan sebagai apa saja, asal hatiku tak lagi merindumu. dan agar kau dan aku dapat selalu bersapa dalam dunia maya.
lelaki,
pernahkah kau sadari bahwa aku sudah mulai terbiasa dengan sapaanmu dipagi hingga malamku?
pernahkah kau mengerti bahwa aku tak ingin kehilangan sapaan hangatmu walau sedetik?
dan pernahkah kau tahu bahwa hatiku telah ada untukmu sebelum kita pernah berjenaka?
maka jangan hilangkan kebiasaanmu itu. jangan biarkan aku lari dari hidupmu dan ijinkan namaku untuk selalu ada dalam setiap puisimu.
Jakarta, 01.09.11, 08.00am
Langganan:
Postingan (Atom)